Salah satu Bank Terbesar di Asia Tenggara, yaitu Bank Central Asia atau lebih familiar disebut Bank BCA adalah emiten yang paling jarang memberikan harapan palsu bagi para holdernya. Jika seorang value investor (investor yang mengoleksi saham karena nilainya emitennya) memberikan daftar top saham dengan value yang bagus, tentu akan menyebutkan saham Bank BCA dengan kode saham BBCA sebagai salah satu saham dengan value yang cukup menjanjikan.
Berbeda dengan stock market diluar negeri, pasar bursa Indonesia bila diperhatikan kebanyakan "pemainnya" cenderung lebih suka saham-saham perbankan. Apalagi sejak merebaknya teknologi bank digital, beberapa momen memberikan keuntungan yang sangat besar bagi para investor yang berselancar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Contohnya seperti Emiten Bank Jago (Kode Saham: ARTO) yang memberikan keuntungan berpuluh-kalilipat, bahkan sampai seratus kali lipat bila dipatok dari harga awal penawaran. Kala itu, sektor-sektor perbankan menjadi pusat perhatian bagi para investor, mulai dari retail sampai pemilik modal besar, dari yang moderat, konservatif, sampai ke tipe agresif.
Saham-saham perbankan bahkan telah menyentuh level tertingginya yang baru, all time high (ATH). Saham BBCA adalah salah satunya yang sudah menyentuh level tertinggi nya sepanjang masa beberapa waktu yang lalu, setelah melakukan stocksplit ya. Periode Januari - Februari 2023 ini, harga saham BBCA beramain diarea harga delapan ribuan, sedangkan rekor all time high dari saham BBCA adalah Rp. 9.400. Selain itu, kapitalisasi pasar saham BBCA (market capital) juga sudah menyentuh lebih dari 1.000 Triliun. Gila gak tuh?
Saham ini semakin dibahas semakin menarik aja. Masih mau dilanjut? Oke, coba kita perhatikan beberapa rasio-rasio keuangan yang penting untuk diperhatikan saat menilai kinerja suatu saham. Rasio yang paling populer didengar mungkin seperti ROE (Return on Equity), PBV (Price to Book Value), dan NPM (Net Profit Margin). ROE adalah rasio yang menilai seberapa cepat pengembalian modal saham tersebut, ukurannya adalah persentase. Jadi semakin mendekati angka seratus, artinya emiten tersebut semakin cepat melakukan pengembalian modalnya. Bisa juga pakai logika perbandingan, dengan persentase 100% adalah 1 kali. Karena cara menghitung ROE ini adalah nett profit dibagi dengan seluruh modal pada laporan keuangan, maka rasio lebih rasional bila dinilai setiap tahunnya, karena pastinya nett profit perusahaan pasti selalu berbeda setiap berganti tahun, dan modalnya akan semakin bertambah pula (idealnya), ceterus paribus ya.
Sepertinya memang butuh wadah yang lain untuk membahas khusus terkait rasio-rasio keuangan, nanti bakal kita bahas lebih lanjut di podcast @Konsultalksi. Intinya ya ROE itu menilai seberapa cepat pengembalian modal suatu perusahaan, bila 100% = 1 kali, berarti hanya butuh 1 tahun untuk mengembalikan modal pada tahun itu, bila 25% = 0,25, berarti butuh waktu 4 tahun (0,25 = 1/4) untuk mengembalikan modal yang digunakan pada tahun berjalan. Paham yak? Kalo belum nnti bisa langsung tanya ke @Konsultalksi ya.
Kalau rasio PBV fungsinya untuk melihat seberapa mahal harga saham tersebut bila dibandingkan dengan nilai bukunya. Nilai Buku adalah nilai yang tertera dalam laporan keuangan akuntansi perusahaan, yang disebut dengan neraca. Nilai balance yang nampak pada neraca keuangan perusahaan adalah nilai "ideal" perusahaan tersebut untuk dijual, jadi nilai balance yang ada di neraca itu, dapat menjadi acuan harga jual yang ditawarkan ke pasar. Nah harga itu lalu dibandingkan dengan keseluruhan kapitalisasi pasar saham emiten tersebut di pasar bursa. Ribet ya ngitungnya. Intinya sih rasio ini menunjukkan seberapa mahal harga saham itu dipasar bursa dengan melihat nilai rasio PBV nya, dengan ukuran "kali". Contohnya saham BBCA, rasio PBV nya sekitar 4,50. Nah jadi bisa dikatakan bahwa, harga saham yang ditawarkan di pasar lebih mahal 4,5 kali dibandingkan nilai buku emiten tersebut di neraca. Lebih dalamnya kita bahas dikesempatan lain ya, intinya seperti itulah.
Kedua rasio yang tadi disebutkan menurut saya rasio yang cukup penting untuk menilai seberapa berkualitas perusahaan tersebut untuk "dimiliki". Artinya, sebelum membeli saham, perhatikan terlebih dahulu beberapa rasio keuangan yang penting, salah duanya adalah PBV dan ROE tadi, NPM juga sih tapi belum dijelaskan jadi salah dua saja dulu salah tiga nya menyusul.
Selain rasio-rasio keuangan, aktivitas emiten BCA ini juga menarik. Kebanyakan investor, apalagi yang memiliki modal yang sudah cukup besar, cenderung memilih saham-saham yang rajin membagikan dividen. Kalau bisa sih, kebutuhan sehari-hari selama setahun bisa dibiayai dari dividen. Bisakah?
Bisa atau tidaknya, gak dibahas disini ya, tapi dari sekian banyak emiten yang melantai dibursa, kenyataannya tidak semuanya rajin bagi dividen. Meskipun juga rajin, namun tidak banyak yang membagikan dividen dengan rasio yang besar dari laba bersihnya (dividen yieldnya). Dividen sendiri sederhananya adalah hasil (keuntungan) yang dibagi kepada penyerta modal secara merata (adil). Semakin banyak modal yang disetor seorang investor maka semakin banyak pula dividen yang bakal dia terima, intinya dividen ini prinsipnya mutualisme, saling membagikan keuntungan. Nah saham dengan kode BBCA atau saham emiten BCA ini salah satu emiten yang rajin bagi-bagi dividen. Jadi emiten Bank BCA ini tuh seperti pengusaha kaya raya, sukses bisnisnya, dan dermawan pula. Goks!
Post a Comment