Masuk bulan September 2022, apakah suasananya pakai local pride "September Ceria", ataukah budaya barat "Sadtember"? Well, salah satu kabar baiknya saat masuh bulan 9 ini adalah penurunan angka inflasi yoy. Jika bulan Juli tercatat angka inflasi Indonesia tertinggi dari 7 tahun terakhir, yaitu menyentuh level 4,94%. Dibulan selanjutnya, Agustus berkurang menjadi 4,79%. Faktor pemicu turunnya angka inflasi adalah pdikarenakan mulai turunnya harga-harga bahan pakan, khususnya bawang merah, cabai merah, daging ayam, dan minyak goreng, dan sejalan dengan normalisasi hasil panen dan produksi pangan di tengah kondisi cuaca yang kondusif. Ungkap Ekonom dari Bank Mandiri, Faisal Rachman dikutip dari Bisnis.com.
Bila dilihat sekilas, terkendalinya sedikit angka inflasi di Indonesia didasarkan dari penurunan harga komoditas pangan dan normalisasi produksi pangan. Artinya supply and demand tidak saling timpang tindih karena produksi mulai stabil, dan harganya mulai dinormalisasi kembali. Meskipun dari catatan BPS belum menyeluruh terjadi penurunan harga bahan kebutuhan pokok di seluruh penjuru negeri, namun Indeks Harga Konsumsi (IHK) nyatanya terjadi penurunan pada akhir Agustus 2022. Maka dari itu, tingkat inflasi jadi turun. Nah ini menarik nih, pasti ada yang bertanya terus perannya pemerintah disini dimana, karena kan harga jadi stabil karena stabilnya kembali produksi pangan disusul dengan normalisasi harga, kalau langkah taktis Pemerintah kan ada juga ya. Bukannya beberapa waktu yang lalu pemerintah bermaksud menurunkan angka inflasi melalui kebijakan dinaikkannya suku bunga Bank Sentral (Bank Indonesia) beberapa waktu lalu? Pernah kita bahas sebelumnya.
Menurut saya rentetan kejadiannya masih bertahap, karena dampak dari kenaikan suku bunga Bank Sentral pun masih belum terlihat dipermukaan. Hanya saja secara pribadi, menurut saya jika normalisasi harga pangan mulai membaik, maka adanya kebijakan kenaikan suku bunga Bank Sentral beberapa waktu lalu pasti juga bakal memberikan dampak yang cukup kuat dalam hal mengontrol naiknya tingkat inflasi dalam negeri. Karena bukan hanya bahan pokok dan pangan saja yang turun harganya, harga tiket pesawat pun ikut turun sekitar 15%. "Good news teman-teman, jadi berkat doa dan kerja sama kita, harga tiket pesawat turun 15%, dan menjadi angin segar bagi industri pariwisata. Alhamdulillah" Kata mas Sandiaga Uno.
Suku Bunga Bank Sentral memang sangat berpengaruh, sampai ke proses pengendalian angka Inflasi. Tapi satu hal yang patut jadi concern nih boy, yaitu Suku Bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed. Lah kalau Suku Bunga Bank Amerika Serikat naik, apa hubungannya dengan Indonesia? Kalau Bank Indonesia kan pasti berhubungan ya, naiknya bunga bank atau bungan pinjaman, dan juga berdampak ke kenaikan KPR. Tapi Bank Sentral Amerika Serikat? Hubungannya dimana? Apa urusannya Suku Bunga Bank Amreika Serikat dengan ekonomi Indonesia?
Justru itu yang membuat The Fed, atau Bank Sentral Amerika Serikat menjadi istimewa. Karena mau gak mau mata uang US Dollar adalah mata uang yang diakui secara menyeluruh di hampir semua negara di dunia. Menyebut mata uang US Dollar saja, mungkin sudah membuka mata kita semua kan seberapa berpengaruhnya kebijakan moneter The Fed sebagai Bank Sentral Amerika Serikat?
Nilai tukar Rupiah dengan Dollar saja, tidak butuh waktu 1 tahun untuk membuatnya naik sekitar 5%. Akhir tahun 2021 saja masih berada di level Rp.14.312, dan akhir akhir ini (pertengahan tahun 2022) sudah menyentuh level Rp.15.000. Padahal belum juga cukup 1 tahun berjalan, naiknya seperti wahana halilintar.
Karena menjadi nilai tukar internasional, mata uang Dollar Amerika menjadi mata uang yang sangat berpengaruh ke perekonomian dunia. Mau beli minyak bumi, gas alam, dan batu bara? Nilai tukar nya dilihat dari mata uang Dollar Amerika. Meskipun Rusia juga membuat kebijakan penjualan mineral, gas dan batu baranya dengan menggunakan nilai tukar Rubel Rusia. Bahkan Rubel Rusia sempat menjadi mata uang terbaik dunia kan? Tapi itu lain cerita, istilah kata itu beda lagi. Beda lagi intinya, intinya Rusia itu beda lagi dah.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri, Indonesia pada triwulan ke-II tercermin naik 5,44%. Berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto nya ya. Ini cukup keren sih, karena ditengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi, Indonesia justru memperlihatkan pondasinya yang kuat. Istilah kata, in fundamental we trust. Tapi jangan senang dulu boy, akhir Agustus 2022 yang memperlihatkan penurunan tingkat inflasi atau deflasi sebesar 0,21% belum menunjukkan pemulihan ekonomi dan normalisasi harga-harga seluruh kebutuhan pokok dalam negeri, apalagi kan ada isu kalau Bahan Bakar Minyak (BBM) bakal naik juga tahun ini. Well, karena BBM termasuk bahan pokok penunjang aktivitas masyarakat Indonesia, pasti kenaikannya bakal berdampak juga ke tingkat inflasi RI. Disaat seperti ini baiknya apa yang jadi pelajaran dan yang harus dipersiapkan? Dengarkan Podcast kami, Konsultalksi di platform Podcast kesukaan teman-teman. Kami membahas hal-hal dasar terkait pengelolaan keuangan, sharing, karena bagaimanapun kondisi yang dihadapi, tetap pada satu prinsip "In Fundamental We Trust".
Post a Comment