Beberapa hari yang lalu, saya sempat membaca tentang perubahan kebutuhan profesi yang sifatnya teknikal (membutuhkan fisik) yang makin lama beralih ke profesi yang sifatnya manajemen (membutuhkan pikiran) hingga sekarang ini. Maksudnya begini, dulu pekerjaan yang teknis dan membutuhkan kemampuan manusia secara fisik dibutuhkan banyak, merakit, mengikat, membungkus, menggali, meneropong, menggambar, dan aktivitas lainnya yang menunjang operasional suatu entitas usaha. Tapi makin kesini, profesi yang dibutuhkan (dan nyatanya digaji lebih tinggi) adalah mereka yang hanya bermodalkan pikiran saja. Marketing, penjualan, cost analyst, manajemen, direktur, manajer investasi, penasehat hukum, legal, dan sebagainya.
Bergesernya kebutuhan ini ternyata membuat profesi makin lama makin berkembang pula. Entah masyarakat butuh atau tidak, nyatanya ada profesi yang kadang kita sampai bertanya-tanya kok ada ya orang begini dan dibayar? Misalnya, penasehat komedi untuk kebutuhan komedi dalam sebuah acara pertelevisian atau produksi film. Atau penasehat/konsultan penyusun kata-kata, saya tidak begitu paham disebutnya apa, tapi profesi ini adalah mengerjakan penyusunan kata yang diminta oleh klien untuk kebutuhan tertentu. Misalnya kamu mau memberikan ucapan ulang tahun kepada pacar atau pasangan, nah profesi ini tugasnya merangkai kata yang sesuai ekspektasi klien. Seru gak? Pencetus profesi ini di Indonesia kalau tidak salah adalah Zarry Hendrick. Belakangan juga muncul ide rental cowok/cewek untuk diajak jalan, jadi teman curhat, dan sebagainya, kalau ini profesinya disebut apa ya?
Sangat menarik tentunya bila kita membahas bagaimana berbagai macam profesi yang diluar dari pikiran orang-orang secara umum bermunculan. Salah satu yang cukup penting menurut saya adalah profesi yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan. Dewasa ini (hiyak dewasa begitu) makin banyak profesi yang tujuannya itu untuk memberikan edukasi dan saran dan tips agar kita, sebagai masyarakat terhindar dari permasalahan keuangan. Seperti profesi manajer investasi, financial planner, financial advisor, konsultan keuangan, dan lainnya. Menurut saya memang penting ya bagi masyarakat untuk punya pemahaman yang lebih advance terkait pengelolaan keuangan. Morgan Housel di bukunya, "Psychology of Money" bertanya apakah orang (dewasa) sebenarnya dan idealnya perlu diberi arahan atau briefing supaya paham kalau kita belanja apalagi belanja berlebihan, uang kita akan berkurang? Ini pertanyaan serius ya, apakah kita perlu mengingatkan teman, kerabat, atau siapapun itu bahwa kalau dia belanja apalagi belanja berlebihan, itu akan membuat uangnya berkurang?
Bagaimana jawaban yang terlintas pertama kali dipikiran kita? Mungkin seperti, "Lah sudah jelas lah, kita belanja, tentu uang akan berkurang, kenapa perlu dikasih peringatan". Jawaban itu sangat jelas, tapi nyatanya dalam kehidupan sosial peringatan akan hal itu ternyata sangat-sangat perlu, mungkin bagi sebagian orang tidak perlu, tapi bagaimana sebagian yang lainnya?
Rihanna, pernah melaporkan penasehat keuangannya karena tidak mengingatkan Rihanna terkait hal itu. Apa jawaban penasehat keuangannya? "Loh kok tanya saya, saya nda tau", itu kalo diartikan dijaman sekarang, kalau disaat itu terjemahannya begini "Lah, apakah saya harus mengingatkan dia bahwa kalau dia belanja berlebihan dia bakal kehabisan uang?". Morgan Housel bilang, iya, nyatanya beberapa orang perlu diberitahukan hal demikian.
Bayangakan kamu di-hire oleh selebriti papan atas selevel Rihana, dan kamu lupa mengingatkan dia kalau dia belanja berlebihan dia bakal kehabisan uang. Setelah dia kehabisan uang, dia menggugat kamu sebagai penasehatnya karena lalai akan tanggungjawab itu, lantas kamu bakal jawab apa? "Saya nda tau, kok tanya saya".
Penasehat keuangan ternyata sepenting itu ya. Kalau kamu butuh, bisa langusung DM @konsultalksi. Oke, lanjut dulu. Intronya terlalu panjang.
Tahun 2023 digaung-gaungkan bakal menjadi "gelap". Katanya bakal terjadi Resesi Ekonomi, atau kemerosotan ekonomi dunia. Ada banyak pegiat dibidang keuangan yang memperingatkan akan terjadinya Resesi di Indonesia tahun 2023 mendatang. Faktor-faktornya cukup relevan. Kalo Ibu Sri Mulyani bilang ada 3 ancaman global yang patut diperhitungkan, pandemi yang belum usai, perubahan iklim yang cukup parah, dan perang antara Rusia dan Ukraina yang belum menunjukkan hasil akhir. Tahun 2023, dunia akan gelap, krisis sumberdaya dibeberapa negara mulai kelihatan, gelombang PHK terjadi semakin banyak, The Fed (Bank Central US) terus menerus menaikkan suku bunga, apa semua perkara ini masih menutup mata kita kalau 2023 bakal gelap? Bagaimana dengan Indonesia?
Faktanya, Ekonomi Indonesia adalah salah satu yang terbaik pertumbuhannya selama tahun 2022 ini. Tentu benar adanya kalau inflasi makin bulan makin meningkat apalagi terakhir September ini makin ganas, disusul dengan respon gesit dari Bank Indonesia yang juga turut menaikkan suku bunga Bank Sentral. Tapi masih ingatkah kawan dibulan Agustus kemarin, setelah Juni dan Juli Inflasi naik tertinggi setelah 5 tahun terakhir, nyatanya di bulan Agustus tercatat Deflasi. Tentu meredamnya angka inflasi dibulan Agustus bukan terjadi karena satu faktor pemicu, namun dari sini dapat dilihat bahwa perputaran ekonomi yang terus menerus tanpa berhenti, akan memulihkan kembali ekonomi negara secara perlahan. Jelas? Kita ulangi ya, intinya jika roda ekonomi disuatu negara tetap berputar, tidak ada faktor yang menghentikan atau menekannya, entah secara langsung maupung tidak langsung, maka eknomi negara juga diharapkan tidak bakal "jatuh".
Kita tidak akan membahasnya terlalu panjang dan berbelibelit, intinya untuk dapat mempertahankan ekonomi negara, masyarakat perlu tetap mempertahankan perputaran ekonomi antara konsumen dan produsen. Nah yang jadi persoalan disini adalah, ada banyak faktor yang dapat menghambat perputaran ekonomi tersebut. Salah satunya sudah terlanjut terjadi, yaitu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang paling bisa menjadi faktor penyumbatnya juga adalah kebijakan pemerintah. Misalnya diterapkan lockdown seperti dibeberapa negara saat awal-awal pandemi, dampaknya langsung kelihatan kan?
Kenaikan BBM menjadi salah satu faktor penghambat normalnya perputaran ekonomi negara. Kenapa? Sederhananya, BBM adalah komoditas utama dalam hampir seluruh aktivitas masyarakat, jadi secara tidak langsung menaikkan harga BBm adalah rancangan yang tidak terstruktur untuk menaikkan semua harga-harga lain. Terakhir saya membaca, bahkan harga sewa kos-kosan juga ikut dinaikkan gara-gara kenaikan harga BBM. Kenapa? Katanya karena penjaga kos untuk menjangkau kos itu butuh bensin, jadi menuntut kenaikan upah, mau nda mau biar gak rugi yang pemilik kos naikkan tarif, dan penghuni juga mau gak mau ikut, yang jadi korban siapa? Kita-kita ini yang UMR nya gak naik-naik.
Sebenarnya sejak awal pandemi, Resesi itu sudah didepan mata. Iyakah? Jika kita melihat kembali kebelakang, tahun 2020-2021 adalah tahun-tahun yang cukup suram, bahkan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi kita masih bisa survive, syukur masih bisa hidup, banyak orang-orang yang gugur dalam memperjuangkannya. Lantas, kita malah makin menunjukkan pesimisme akan terjadinya Resesi 2023? Apa kata mereka yang gugur jika kita menunjukkan mental yang seperti itu. Entah, satu hal yang pasti adalah, kita tidak bisa memprediksi masa depan dengan pasti, kita hanya bisa mempertimbangkan pilihan, menganalisa risiko dan bahaya, dan lakukan pencegahan agar tidak terjadi risiko dan bahaya yang bisa saja terjadi.
Semakin hari semakin kita menghitung hari akan berakhirnya tahun 2022. Semakin hari justru semakin banyak kampanye yang menyoal seberapa bisanya Indonesia menjadi "Gelap" ditahun 2023, dan seberapa memungkinkannya Indonesia terjadi Resesi, dan seberapa memungkinkannya terjadi krisis, terjadinya gelombang PHK lagi, terjadinya kenaikan suku bunga secara berkelanjutan, kredit KPR pun makin naik, makin banyak orang yang tidak bisa punya rumah, bahan-bahan pokok mau gak mau bakal naik, dan segala macam negativity lainnya. Siapa yang melakukan kampanye seperti ini? Justru kebanyakan adalah orang-orang yang bergelut dibidang ekonomi. Tentu tidak ada salahnya untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan dimasa depan, yang paling dekat adalah tahun 2023. Tapi, menurut saya kita perlu melakukan "sosial control" disini, jika menggunakan taktik menyebar pesimisme ke masyarakat, tentu hasilnya juga bakal terlihat dan tidak akan perlu waktu lama, Resesi 2023 bakal benar-benar terjadi.
Secara menyebar pesimisme ke masyarakat akan mempengaruhi prilaku ekonomi masyrakat itu sendiri. Jika masyarakat jadi pesimis, konsumsi mereka akan menurun, konsumsi menurun, produksi juga bisa menurun, produksi menurun perputaran ekonomi pun menurun, resesi bisa benar-benar terjadi. Jika masyarakat ajdi pesimis, permintaan juga bakal jadi menurun, permintaan yang menurun maka aktivitas investasi atau penerimaan modal untuk usaha bakal menurun, jika investasi jadi turun, ekonomi bisa berjalan ditempat, jika seperti ini resesi sudah didepan mata. So?
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang bekerja dengan Presiden yang memperingatkan akan hal ini tentu bermaksud baik. Perlu adanya persiapan bagi kita sebagai masyarakat secara umum untuk menghadapi ketidakpastian diesok hari (bukannya setiap hari hari esok penuh dengan ketidakpastian ya?). Termasuk Pak Jokowi, yang menghimbau masyarakat agar bersiap dengan segala ketidakpastian yang mungkin saja terjadi, karena kita perlu belajar dari pandemi yang sudah bertahun-tahun kita ngos-ngosan menghadapinya. Apakah sebelum 2019 kita sudah memprediksi bakal terjadi pandemi? Apakah sebelum 2022 kita sudah memprediksi akan terjadinya konflik antar dua negara yang ternyata pengaruhnya sangat begitu besar bahkan terhadap Indonesia? Semuanya penuh dengan ketidakpastian, hanya saja Pak Jokowi menghimbau hal ini untuk membuka mata kita, karena tentu masih ada masyarakat yang tidak begitu mengerti akan pentingnya tindakan antisipasi, apalagi dalam hal pengelolaan keuangan, seperti mempersiapkan dana darurat, asuransi kesehatan, tabungan, Kenapa? Karena hidup ini penuh dengan ketidakpastian boy. Jangan sampai kejadian Rihanna juga menimpa kita yagesya, jika tidak ada yang menjadi pengingat untuk kita maka jadikanlah diri kita sendiri sebagai pengingat untuk mempersiapkan segala kemungkinan dan ketidakpastian dalam hidup.
Post a Comment